ACIKITA Foundation

Hiyodoridai 3-9 21-104, Kobe 651-1123, JP

+81 80 3333 1327

admission@acikita.org

Hiyodoridai 3-9-21-104 Kobe 651-1123, JP

09:00 - 17:00

Monday to Friday

123 456 789

info@example.com

Goldsmith Hall

New York, NY 90210

07:30 - 19:00

Monday to Friday

The child has one intuitive aim: self development

Saat Najmi Maju ke Depan untuk Wisuda di Hoikuen (Prasekolah)


Untuk menghadiri acara berakhirnya Najmi sekolah di preschool (hoikuen) jauh hari sebelumnya gurunya telah memberitahu Mami, dan Papi bila ada suatu keperluan ke sekolah Najmi, apakah untuk mengantarkan, menjemput, atau untuk suatu undangan pertemuan orangtua murid. “Mama Najmi no fuku wa daijoubu desu ka (Mama baju yang akan dipakai Najmi, apakah sudah mengerti?)

Adalah suatu hal yang umum ditanyakan orang Jepang bila akan menghadiri undangan dalam suatu pertemuan. Pakaian apakah sebaiknya yang akan dipakai, apalagi kalau mereka berbaur dengan orang asing untuk suatu acara atau undangan. Mereka akan menanyakan bagaimana pakaian sebaiknya? Hal itu juga mereka utarakan kepada kami, takut nanti kalau Najmi sendiri yang berbeda.

Sensei (guru Najmi memberitahu, bajunya formil, seperti baju anak anak yang akan mengikuti upacara penerimaan di sekolah dasar. Anak anak boleh dandan, boleh juga rambutnya diikat, tidak seperti sekolah biasa.

“Mama-mama juga pada berdandan.” Sensei juga mengingatkan Mami.
Ya mungkin selama enam tahun berinteraksi, para sensei Najmi tak pernah melihat ibunya Najmi dandan, apalagi dulu ketika sekolah, pakaian biasa, benar benar biasa, kaus atau kemeja, dengan kerudung yang juga sederhana.

Mami tersenyum, sambil berbicara, “Haik wakarimashita (ya mengerti).” Tentunya Mami tak lupa memberikan ucapan terimakasih, karena telah diberitahu secara spesial.

Bagi Mami tak terfikirkan untuk merubah diri, untuk dandan seperti yang dimintakan, tapi sudah terbayang akan memakai baju bordiran khas Minang.

Sementara untuk Najmi ada beberapa baju pilihan, dan tak terlintas harus akan membeli baju baru, seperti yang disarankan. Harganya mahal, padahal modelnya biasa saja. Untuk apa harus membeli yang mahal? Lagi pula Mami berpikir masih ada beberapa baju Najmi yang pantas, dan malah juga ada baju baru dari Nissen (belanja online yang kebetulan sale). Dalam fikiran Mami, Najmi akan memilih baju dari Nissen itu.

“Najmi ayo pilih mau pakai baju yang mana Nak?” Ada 3 helai baju yang Mami bentangkan. Rencananya bila Najmi sudah memutuskan baju yang akan dipakainya, maka akan disetrika yang rapi. Bagi Mami sangat jarang menyetrika, pakaian cukup dilipat rapi, kecuali saja baju kerja Papi pada saat musim panas. Pandangan aneh karena memakai baju kerut tidak ada di sini. Mami pun percaya diri saja masuk kantor keluar kantor, anggukan dan penghormatan insan yang ditemui sama saja.


“Mami, Najmi maunya baju bikinan Mami, ia memegang baju berwarma pink bermotif.
“He… benar anak mau memakai yang ini?”
“Anak nggak malu Sayang?”

“Ini kan sederhana banget? Bagusan yang ini (maminya memegang baju yang baru dibeli di Nissen.

Nggak Mami, anak suka ini, karya Mami.” Kata-kata karya atau berkarya adalah kata yang sangat populer di rumah kami. Bila adek Rais, menjatuhkan buku-buku yang telah tersusun rapi dari rak buku, itu namanya karya Rais. Begitu juga bila air tumpah, makanan diacak-acak Rais, karena ia ingin menyuap sendiri, itu juga kami sebut karya. Mami menulis, itu juga dinamakan berkarya. Apa saja aktivitas unik sesuai usia itu adalah karya. Semua itu dimaksudkan untuk menghargai dan memberikan support.

Terus terang ada rasa haru, bangga mendengar ucapan Najmi. Ia lebih menyukai baju buatan ibunya. Padahal baju itu sederhana. Tapi ia benar benar suka dan akan memakainya. Terimakasih atas penghargaannya Nak, Mami juga senang bila anak suka memakai baju karya Mami. Nanti Mami akan buatkan lagi baju yang baru.


Pagi harinya pada hari H, Najmi sudah bangun pagi. Ia bergegas untuk mengurus dirinya. Ia memakai baju buatan maminya. Baju yang selama ini jarang dipakai, hanya pada hari tertentu saja. Dan saat itu pun atas permintaan Mami. Tapi sangat lain rasanya ketika pada acara formil ia memilih baju buatan ibunya.

Sampai di sekolah, Kami sudah datang awal. Belum banyak tamu yang hadir. Dari membuka pagar, semua yang sudah ada di sekolah, melihat kearah Najmi. Lho kok pakaiannya bukan pakaian seperti yang dimaskudkan? Serasa itu yang ada dalam fikiran orang-orang itu. Sebab lama mata mereka tertuju pada kami. Untuk baju Najmi, hanya atasan saja yang agak formil. Namun sensei-nya tak sempat berucap.


Rambut Najmi juga tak dikepang, dia hanya minta memakai bendo saja.

“Sederhana banget Nak! Maminya ada mengingatkan.” Namun ia kekeuh agar tampil biasa saja. Semua wisudawan berbaris di depan para hadirin, terlihat Najmi yang berbeda memang, tapi tidak menjadi pemikiran serius bagi Mami, sebab ia memang percaya dengan pilihannya. Ia tak terpengaruh suasana, dan tampak tenang. Padahal Najmi juga jarang ke sekolah, berarti ia jarang latihan. Tapi Alhamdulillah ia bisa tampil sangat baik.

Alhamdulillah Mami sangat puas dengan penampilan Najmi. Mami menyaksikan dengan serius rangkaian acara yang benar-benar khidmat itu, meskipun masih tingkatan preschool. Suatu hal yang patut kita tiru.



Wassalam
Mamianak
090315

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *